Pulau Mandangin adalah desa dan pulau yang berada di kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Bentuknya yang berupa kepulauan membuat tempat ini menjadi istimewa. Luas pulau Mandangin kurang lebih 90,04 ha. Ukurannya memang tidak terlalu luas, namun dibalik itu semua tersimpan sejarah perjalanan pulau mandangin yang sangat memukau. Pulau yang diapit oleh laut Jawa ini menyimpan sejuta potensi dan keindahan. Namun, dibalik semua itu tersimpan sejarah perjalanan pulau Mandangin yang sangat memukau. Masyarakat sekitar percaya dan meyakini akan kisah Ragapatmi dan Bangsacara yang tewas dengan kesetiaan di Pulau tersebut. Adanya nama Pulau Mandangin berasal dari kisah seorang Patihyang terkenal dengan sebutan Bangsacara. Bangsacara adalah anak paling bungsu dari Raja Brawijaya terakhir. Nama asli dari Bangsacara adalah Aryo Pratikel. Dahulu kala, Bangsacara memutuskan untuk menjadi patih raja tersebut. Pada suatu hari, istri Sang Raja mengalami sakit kulit yang membuat wajahnya yang cantik menjadi buruk rupa. Pada akhirnya, ada 2 patih yang serakah menghasut Sang Raja untuk membuang istrinya. Pada saat itu, Bangsacara memutuskan untuk membawa istri Sang Raja yang bernama Ragapatmi tersebut untuk pergi dari istana bersamanya dan mencari obat bagi penyakitnya. Dibawalah Ragapatmi oleh Bangsacara ke sebuah pulau yang ada di Sampang.
Berbagai cara telah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit Ragapatmi, dan pada akhirnya Ragapatmi bisa disembuhkan. Kemudian menikahlah mereka berdua. Mendengar berita bahwa Ragapatmi telah smebuh, kedua patih itu serakah itu pun menghasut raja untuk mengambil Ragapatmi kembali dengan niatan mengadu domba antara Raja dengan Bangsacara. Akhirnya pun Raja mengutus kedua patih itu untuk menjemput Ragapatmi. Sesampainya kedua patih tersebut di sebuah pulau dimana Bangsacara itu berada, kedua patih tersebut bertemu dengan Bangsacara dan kemudian berkata bahwa raja mengutus mereka untuk membunuhnya, padahal itu tidak benar, raja hanya mengutus mereka untuk menjemput istrinya. Mendengar titah sang Raja pada kedua patih tersebut akhirnya Bangsacara memberikan pedangnya yang mana hanya dengan pedang itulah Bangsacara bisa dibunuh. Kemudian dibunuhlah Bangsacaraoleh kedua patih tersebut mencari Ragapatmi ke tempat singgahnya namun mereka tidak dapat menemukannya.
Dan akhirnya mereka kembali ke kerajaan Bangkalan. Ragapatmi yang dituntun oleh kedua anjing Bangsacara menemukan mayat Bangsacara dengan tusukan pedang di perutnya. Kemudian Ragapatmi menangis dan memeluk Bangsacara yang mana akhirnya tanpasengaja Ragapatmi dan anjingnya pun ikut tergores pedang Bangsacara dan kemudian mati bersama. Pada suatu hari ada seorang pedagang dari Pamekasan yang sedang menggunakan perahu untuk menuju tempat ia berdagang. Saat itu pedagang itu tidak bisa melanjutkan perjalannya karena tiba-tiba angin mengilang sehingga berhentilah pedagang itu dari layarnya. Dilihatnya ada sebuah cahaya yang kemudian cahaya itu ia ikuti. Selanjutnya ia ikuti sampai ia menemukan satu mayat laki-laki dan satu perempuan beserta 2 ekor anjing di sebelah tengah pulau yang ia pijak. Akhirnya ia berjanji, jika sesampainya ia di tempat tujuan dan ia berhasil menjual semua dagangannya, maka dia akan kembali ke pulau ini dan memakamkan keduamayat ini beserta anjing-anjing dengan layak dan bagus. Hingga akhirnya terjual habislah dagangannya dan kemudian ia kembai ke pulau tersebut dan menepati janjinya.
Sampai saat ini pun, makam Ragapatmi dan Bangsacara masih banyak dikunjungi peziarah, baik masyarakat Mandangin maupun masyarakat luar Pulau Mandangin. Biasanya setiap acara Petik Laut (setiap kapal yang akan turun ke laut) selalu berziarah di makam Ragapatmi dan Bangsacara.
Melanjutkan kisah diatas penulis berpendapat bahwa
Tidak adanya sejarawan yang menulis dalam coretan tinta serta kurangnya rasa peduli dari masyarakat Pulau Mandangin membuat pengumpulan data untuk menguak sejarah muasal pulau ini begitu rumit. Berbagai hipotesa mencoba untuk menggalinya, meski terkadang datang dari rekayasa ilmiah yang letak kebenarannya jauh dari kata sempurna.
Data-data yang berserakan dimodifikasikan dengan beragan sampel yang digali dari beberapa tokoh masyarakat Pulau Mandangin. Sebelumnya mereka memang pernah memikirkan dan menggalinya, meskipun itu hanya mereka catat dari pikirannya, bukan dalam bentuk tulisan. Ada beberapa versi tentang asal muasal masyarakat Pulau Mandangin.
Raja-raja pada zaman dahulu kala, ketika mendapati masyarakatnya melakukan tindakan yang menyalahi aturan kerajaan yang teramat fatal, raja-raja tersebut tidak segan-segan membuangnya di pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, salah satunya adalah Pulau Mandangin. Maka, dari sanalah masyarakat Pulau Mandangin dengan sendirinya terbentuk.
Sedangkan versi lainnya menyebut bahwa masyarakat Pulau Mandangin berasal dari orang-orang yang datang untuk bertapa. Karena saat itu pulau tersebut merupakan pulau yang strategisuntuk bertapa. Orang-orang yang bertapa tersebut membawa sanak keluarganya.
Lalu ada juga yang menyebut bahwa saudagar-saudagar yang datang ke Pulau Mandangin adalah nenek moyang masyarakat dari pulau tersebut. Saudagar-saudagar itu melintas dari tanah Jawa, Sumatera dan sebagainya ke Sumenep. Mereka terkadang singgah untuk istirahat, memperbaiki kapal, mencari bekal untuk perjalanan hingga ada yang menetap untuk beberapa bulan. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka otomatis membentuk kelompok masyarakat.
Sebelum tahun 80-an Pulau Mandangin dikenal dengan sebutan Pulau Kambing. Ada dua versi yang menyebut pulau ini sebagai pulau kambing. Versi yang pertama menyebut bahwa di Pulau Mandangin terdapat banyak kambing yang berkeliaran. Sedangkan yang kedua karena Pulau Mandangin bentuknya seperti kambing apabila dilihat dari ketinggian.
Sementara itu nama Mandangin sendiri ada beberapa versi yang menyebutkan. Pertama, nama Mandangin yang berasal dari kata pemandangan. Sebab di pulau tersebut terdapat banyak pemandangan yang indah. Lalu yang kedua berasal dari kata Mandhag angin yang berarti pemberhentian angina. Maksudnya adalah pemberhentian angina dari selatan sehingga seolah-olah Pulau Mandangin selalu berangin. Kemudian versi yang terakhir berasal dari kata mandi angin, karena seringnya berangin seolah-olah Pulau Mandangin adalah sebuah pulau yang bermandikan angin.
Perubahan nama dari Pulau Kambing ke Pulau Mandangin konon dimulau saat pemerintahan kepala desa yang menjabat pada tahun 80-an. Nama Mandangin sampai sekarang sudah diakui oleh pihak pemerintah kabupaten sampan hingga nasional. Hal ini selaras dengan perubahan peta pulau Madura.
Kini Pulau Mandangin adalah salah satu destinasi wisata di Sampang. Keindahan alamnya layak dikagumi. Pulau Mandangin dikenal akan keindahan pasir putih dan terumbu karangnya. Dari pulau ini juga dapat menyaksikan indahnya momen senja dan matahari terbit. Untuk menuju Pulau Mandangin dapat dijangkau dengan perahu motor dari Pelabuhan Tangklok. Ongkos sekali sejalan dipatok Rp. 7.500 untuk perjalanan laut selama satu setengah jam.
Terima kasih postingannya, semoga putra mandangin selalu berkarya dan berkaya
BalasHapus